Benchmarking dalam Manajemen Proses Bisnis
Pengertian Benchmarking
Benchmarking merupakan suatu teknik untuk melakukan improvement dengan melakukan perbandingan produk ataupun proses bisnis tertentu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Berikut ini merupakan beberapa referensi awal benchmarking menurut para ahli:
- Robert C. Camp (1989) – Benchmarking: The Search for Industry Best Practices that Lead to Superior Performance. Buku ini dianggap sebagai salah satu karya klasik yang secara sistematis memperkenalkan proses benchmarking. Camp, yang saat itu bekerja di Xerox, menjelaskan bagaimana benchmarking dapat digunakan sebagai alat untuk meningkatkan kinerja bisnis dengan mengadopsi praktik terbaik dari industri.
- David Kearns (1984) – Xerox and the Benchmarking Concept. Sebagai CEO Xerox saat itu, Kearns mulai memperkenalkan konsep benchmarking sebagai strategi utama perusahaan dalam meningkatkan daya saing. Konsep ini kemudian diadopsi secara luas dalam berbagai laporan internal dan publikasi industri.
- M. J. Spendolini (1992) – The Benchmarking Book. Buku ini memberikan panduan praktis bagi organisasi dalam menerapkan benchmarking untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas. Spendolini menguraikan tahapan benchmarking secara sistematis, sehingga dapat diadaptasi oleh berbagai jenis organisasi.
Benchmarking dalam konteks Business Process Management (BPM) merupakan istilah kolektif yang mencakup berbagai pendekatan untuk mengevaluasi dan membandingkan desain proses bisnis yang serupa. Tujuan utama dari benchmarking adalah mengidentifikasi praktik terbaik yang dapat diterapkan dalam suatu perusahaan, sehingga memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih tepat berdasarkan kriteria yang paling relevan bagi organisasi.Melalui benchmarking, perusahaan dapat mengidentifikasi kelemahan dalam proses bisnis yang sedang berjalan, menemukan peluang perbaikan, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasional. Dengan membandingkan proses internal dengan standar industri atau kompetitor terbaik, perusahaan dapat memperoleh wawasan mengenai strategi yang lebih optimal dan inovatif.
Sejarah Benchmarking
Benchmarking Modern: Xerox Corporation (1970-an - 1980-an)
Pada awalnya konsep benhmarking modern ini pertama kali diperkenalkan oleh Xerox Corporation yang merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang percetakan dan teknologi dokumen digital pada 1970-an - 1980-an. Pada saat itu, perusahaan Xerox menghadapi persaingan ketat dari kompetitor perusahaan bidang percetakan Jepang seperti Canon dan Ricoh, yang mampu memproduksi mesin fotokopi berkualitas tinggi dengan harga lebih murah.
Dikarenakan persaingan ketat tersebut, Xerox kemudian melakukan competitive benchmarking yang membandingkan proses bisnis mereka dengan pesaing terbaik di industri untuk mengidentifikasi kelemahan dan menemukan peluang perbaikan. Hasilnya, Xerox mampu meningkatkan efisiensi operasional dan mengurangi biaya produksi, sehingga tetap kompetitif di pasar global. Setelah 1980-an konsep benchmarking ini mulai dikenal dan mulai diadopsi oleh berbagai industri.
Manfaat Benchmarking
- Meningkatkan Efisiensi dan Produktivitas – Mengurangi pemborosan dan meningkatkan kinerja operasional.
- Mengidentifikasi Kelemahan dan Peluang Perbaikan – Menemukan aspek yang perlu ditingkatkan.
- Meningkatkan Daya Saing – Mengadopsi praktik terbaik untuk tetap kompetitif.
- Mendorong Inovasi dan Kreativitas – Belajar dari keberhasilan dan kegagalan pihak lain.
- Membantu Pengambilan Keputusan – Menyediakan data berbasis fakta untuk strategi bisnis.
- Meningkatkan Kualitas Produk dan Layanan – Menyesuaikan standar dengan industri terbaik.
- Mempercepat Perubahan Organisasi – Menjadi katalisator dalam proses transformasi bisnis.
- Mengoptimalkan Sumber Daya – Mengelola aset dan biaya secara lebih efisien
Tahapan Benchmarking
1. Planning (Perencanaan): Pada tahap ini, organisasi menentukan tujuan benchmarking, memilih proses atau area yang akan dibandingkan, dan mengidentifikasi organisasi atau industri yang akan menjadi tolok ukur (benchmark). Langkah-langkah dalam tahap ini meliputi:
- Menentukan tujuan
- Memilih indikator kinerja
- Mengidentifikasi mitra benchmarking
2. Data Collection (Pengumpulan Data): Setelah perencanaan selesai, tahap berikutnya adalah mengumpulkan data yang relevan dari sumber internal maupun eksternal. Langkah-langkah dalam tahap ini meliputi:
- Mengumpulkan data dari sumber internal dan eksternal untuk analisis.
3. Data Analysis (Analisis Data): Tahap ini melibatkan perbandingan data yang telah dikumpulkan untuk mengidentifikasi kesenjangan kinerja dan peluang perbaikan. Langkah-langkah yang dilakukan meliputi:
- Membandingkan data
- Mengidentifikasi kesenjangan
- Menentukan praktik terbaik.
4. Implementation (Implementasi): Berdasarkan hasil analisis, organisasi mulai menerapkan perubahan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerjanya. Langkah-langkahnya meliputi:
- Mengembangkan strategi atau rencana tindakan untuk menerapkan praktik terbaik.
- Memastikan adanya dukungan dari manajemen agar implementasi berjalan lancar
5. Monitoring and Evaluation (Pemantauan & Evaluasi): Tahap terakhir adalah memantau efektivitas perubahan yang telah diterapkan dan melakukan evaluasi berkelanjutan. Langkah-langkahnya meliputi:
- Mengukur efektivitas perubahan
- Menyesuaikan strategi
- Melakukan perbaikan berkelanjutan.
Key Success Factors
- Tujuan yang Jelas: menetapkan tujuan yang ingin dicapai secara spesifik dan menentukan indikator kinerja yang akan diukur serta strategi perbaikan yang sesuai.
- Pemilihan Mitra Benchmarking yang Tepat: memilih organisasi yang relevan dan industri yang memiliki kinerja unggul dalam aspek yang ingin diperbaiki.
- Pengumpulan Data yang Akurat: data yang dikumpulkan harus valid, lengkap, dan terkini agar analisis lebih akurat.
- Analisis Mendalam dan Identifikasi Gap: mengidentifikasi kesenjangan (gap) untuk mengidentifikasi penyebab perbedaan dan mencari solusi yang dapat diterapkan.
- Rencana Implementasi yang Realistis: Menyusun strategi yang dapat diterapkan dengan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia dan melibatkan semua pihak agar implementasi berjalan lancar.
- Komittmen Manajemen dan Budaya Perbaikan Berkelanjutan: menciptakan budaya kerja yang terbuka terhadap inovasi dan perbaikan berkelanjutan
- Pemantauan dan Evaluasi: mengukur efektivitas implementasi dan melakukan evaluasi berkala.
Prinsip 3N
- Nitiki (Mengidentifikasi) adalah proses mengamati dan mengenali strategi, metode, atau proses yang digunakan oleh organisasi unggulan untuk mencapai keunggulan kompetitif. Identifikasi ini dapat dilakukan melalui riset, pengumpulan data, atau observasi langsung terhadap organisasi benchmark guna memahami praktik terbaik yang mereka terapkan.
- Niteni (Mempelajari) bertujuan untuk memahami alasan di balik keberhasilan organisasi benchmark serta bagaimana cara kerja mereka yang lebih efektif. Dalam tahap ini, faktor-faktor utama kesuksesan dianalisis untuk mengetahui bagaimana strategi tersebut dapat disesuaikan dan diterapkan dalam organisasi sendiri.
- Nambahi (Menambahkan/Meningkatkan) menekankan pentingnya tidak hanya meniru, tetapi juga menyesuaikan dan meningkatkan praktik terbaik agar lebih relevan dengan kondisi organisasi. Implementasi hasil pembelajaran harus disertai inovasi dan perbaikan yang lebih baik guna mencapai peningkatan berkelanjutan.
Studi Kasus Benchmarking
- Membandingkan produk panasonic dengan produk pesaing seperti TCL berdasarkan Key performance Indicator (KPI) seperti efisiensi energi, tingkat kebisingan, dan fitur tambahan.
- Pengumpulan data kompetitor untuk mengetahui secara spesifik mengenai produk pesaing khususnya produk TCl yang didapatkan dari sumber seperti brosur produk.
- Melakukan analisis perbandingan performa produk panasonic dengan TCL berdasarkan KPI yang telah ditetapkan untuk mengindentifikasi hal yang perlu dilakukan perbaikan untuk meningkatkan kualitas produk.
- Performa produk panasonic lebih rendah dibandingkan dengan produk ODM TCL dengan kapasitas pendinginan awal sebesar 88,7% sedangkan produk TCL 88,8%.
- Input power panasonic lebih besar (436,6 W) dibandingkan dengan TCL (402,2 2)
- Desain produk panasonic cukup besar untuk ukuran air conditioner indoor.
- Meningkatkan kapasitas pendinginan dengan menambah konsumsi gas refrigerant sebanyak 20 gram, yang memungkinkan kapasitas pendinginan naik dari 88,7% menjadi 90,5%. Hal ini akan membantu produk bersaing lebih baik dengan produk pesaing.
- Meningkatkan efisiensi energi (EER) dari nilai 10,16 menjadi 10,80 dengan perbaikan pada kapasitas pendinginan dan pengurangan nilai input power. Peningkatan EER akan menjadikan produk lebih hemat energi, yang merupakan nilai tambah bagi konsumen.
- Mengurangi input power dengan menambah jumlah pipa sirkulasi gas pendingin (hair pin tube) pada unit indoor dan outdoor. Perubahan ini akan memperingan kerja kompresor dan menurunkan konsumsi daya unit, sehingga produk menjadi lebih efisien dan lebih ramah lingkungan.
- Mengganti material bare aluminium dengan precoat aluminium pada evaporator indoor untuk mempercepat proses evaporasi. Perubahan ini akan meningkatkan kinerja pendinginan unit, menjadikannya lebih cepat dalam menurunkan suhu ruangan.
- Merancang unit indoor dengan dimensi yang lebih kecil, sekitar 15% lebih kompak. Perbaikan desain ini akan memberikan keuntungan dalam hal estetika dan kemudahan pemasangan, serta meningkatkan daya saing produk di pasar.
Komentar
Posting Komentar